Sabtu, 14 April 2012

Pacaran dari Sudut Pandang Islam


Pacaran tidak lepas dari tindakan menerjang
 larangan larangan Allah subhanahu wa ta’ala.
 Fitnah ini bermula dari pandang memandang
 dengan lawan jenis kemudian timbul rasa cinta di
 hati—sebab itu, ada istilah “dari mata turun ke
 hati”— kemudian berusaha ingin memilikinya,
 entah itu dengan cara kirim SMS atau surat cinta,
 telepon, atau yang lainnya. Setelah itu, terjadilah
 saling bertemu dan bertatap muka, menyepi, dan
 saling bersentuhan sambil mengungkapkan rasa
 cinta dan sayang. Semua perbuatan tersebut
 dilarangdalam Islam karena merupakan
 jembatan dan sarana menuju perbuatan yang
 lebih keji, yaitu zina. Bahkan, boleh dikatakan,
 perbuatan itu seluruhnya tidak lepas dari zina.
 Perhatikanlah sabda Rasulullah shallallahu’alaihi
 wa sallam:
 “Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina,
 akan diperolehnya hal itu, tidak bisa tidak. Kedua
 mata itu berzina, zinanya dengan memandang.
 Kedua telinga itu berzina, zinanya dengan
 mendengarkan. Lisan itu berzina, zinanya dengan
 berbicara. Tangan itu berzina, zinanya dengan
 memegang. Kaki itu berzina, zinanya dengan
 melangkah. Sementara itu, hati berkeinginan dan
 beranganangan sedangkan kemaluan yang
 membenarkan itu semua atau mendustakannya.”
 (H.R. Muslim: 2657, alBukhori: 6243)

 Al Imam an Nawawi rahimahullah berkata:
 “Makna hadits di atas, pada anak Adam itu
 ditetapkan bagiannya dari zina. Di antara mereka
 ada yang melakukan zina secara hakiki dengan
 memasukkan farji (kemaluan)nya ke dalam farji
 yang haram. Ada yang zinanya secara majazi
 (kiasan) dengan memandang wanita yang haram,
 mendengar perbuatan zina dan perkara yang
 mengantarkan kepada zina, atau dengan
 sentuhan tangan di mana tangannya meraba
 wanita yang bukan mahromnya atau
 menciumnya, atau kakinya melangkah untuk
 menuju ke tempat berzina, atau melihat zina, atau
 menyentuh wanita yang bukan mahromnya,
 atau melakukan pembicaraan yang haram
 dengan wanita yang bukan mahromnya dan
 semisalnya, atau ia memikirkan dalam hatinya.
 Semuanya ini termasuk zina secara
 majazi.” (Syarah Shohih Muslim: 16/156157)
 Adakah di antara mereka tatkala berpacaran dapat
 menjaga pandangan mata mereka dari melihat
 yang haram sedangkan memandang wanita
 ajnabiyyah (bukan mahrom) atau laki-laki ajnabi
 (bukan mahrom) termasuk perbuatan yang
 diharamkan?!

 Ta’aruf Dengan Pacaran, Bolehkah?
 Banyak orang awam beranggapan bahwa
 pacaran adalah wasilah (sarana) untuk berta’aruf
 (berkenalan). Kata mereka, dengan berpacaran
 akan diketahui jati diri kedua ‘calon mempelai’
 supaya nanti jika sudah menikah tidak kaget lagi
 dengan sikap keduanya dan bisa saling
 memahami karakter masing-masing. Demi Allah,
 tidaklah anggapan ini dilontarkan melainkan oleh
 orang-orang yang terbawa arus budaya Barat
 dan hatinya sudah terjangkiti bisikan setan.
 Tidakkah mereka menyadari bahwa yang
 namanya pacaran tentu tidak terlepas dari
 kholwat (berdua-duaan dengan lawan jenis) dan
 ikhtilath (lakilaki dan perempuan bercampur baur
 tanpa ada hijab/tabir penghalang)?! Padahal
 semua itu telah dilarang dalam Islam.
 Perhatikanlah tentang larangan tersebut
 sebagaimana tertuang dalam sabda Rasulullah
 shallallahu’alaihi wa sallam:
 “Sekali-kali tidak boleh seorang laki-laki
 bersepi-sepi dengan seorang wanita
 kecuali wanita itu bersama
 mahromnya.”(H.R. alBukhori: 1862, Muslim:
 1338)

 Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani rahimahullah
 berkata: “Hadits ini menunjukkan bahwa larangan
 bercampur baur dengan wanita yang bukan
 mahrom adalah ijma’ (kesepakatan) para
 ulama.” (Fathul Bari: 4/100)
 Oleh karena itu, kendati telah resmi melamar
 seorang wanita, seorang laki-laki tetap harus
 menjaga jangan sampai terjadi fitnah. Dengan
 diterima pinangannya itu tidak berarti ia bisa
 bebas berbicara dan bercanda dengan wanita
 yang akan diperistrinya, bebas surat menyurat,
 bebas bertelepon, bebas berSMS, bebas chatting,
 atau bercakap-cakap apa saja dengan wanita tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar